Memasuki bulan kedua Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog dan kali ini mengambil tema tentang jurusan kuliah. Hmm. Kalau bicara kampus ITB itu jujur membuat saya flash back ke masa-masa perjuangan dan juga masa-masa indah. Masa-masa indah dimana akhirnya cita-cita ingin punya suami lulusan ITB tercapai. Loh? wkwk. Juga masa-masa perjuangan yang layak untuk diceritakan, salah satunya perjuangan lulus ujian masuk ITB.
Perjuangan Masuk ITB dan Memilih Jurusan Teknik SIpil
Bapak saya adalah seorang PNS Guru Matematika. Bapak berasal dari keluarga kurang mampu dan seorang pekerja keras. Bapak dan mamah memegang prinsip teguh bahwa anak-anaknya harus menempuh pendidikan yang tinggi. Dengan pendidikan yang lebih baik, insya Allah penghidupan ke depan juga lebih baik. Dari bapak lah pertama kali saya tahu kampus ITB.
Bapak bercerita kalau dulu beliau berkali-kali ujian tes masuk ITB namun tidak pernah diterima. Beliau juga cerita kalau di ITB banyak jurusan teknik sehingga matematika harus jago dan anak ITB itu pintar-pintar. Jadi setiap hari minggu bapak selalu kasih pelajaran tambahan matematika untuk saya, tujuannya ya agar nilai di sekolah bagus dan siapa tau nanti bisa masuk ITB. Hehe
Saya dan Bapak
Memasuki kelas 3 SMA, semua murid di sekolah tiba-tiba jadi rajin belajar. Bahkan murid yang sering mabal (bolos) pun sering terlihat menenteng buku SSC (Sony Sugema College) kemana-mana. Hahaha. Maklum saat itu saya bersekolah di SMAN 3 Bandung, sekolah yang dikenal lulusannya "pindah kelas" ke ITB. Saking banyaknya lulusan yang diterima di ITB, wajar semua murid berusaha keras agar masuk ITB, termasuk saya. Persaingan ketat jenderal.
Banyak teman-teman yang sudah mantap ingin mengambil jurusan apa ketika kuliah nanti. Jujur saya pribadi belum ada bayangan sama sekali ingin jurusan apa, pokoknya ingin kuliah di ITB saja. Sudah tanya ke orang tua juga belum ada bayangan karena dari dua keluarga besar belum pernah ada yang berkuliah di ITB.
Akhirnya saya memilih fakultas berdasarkan passing grade saja hehe. Di tahun 2008, fakultas yang paling tinggi passing grade-nya STEI (Sekolah Teknik Elektro & Informatika) dan FTI (Fakultas Teknologi Industri). Untuk pilihan pertama saya pilih FTI dan untuk pilihan kedua saya pilih FTSL (Fakultas Teknik Sipil & Lingkungan). Jika dilihat dari passing grade memang agak nekat, karena FTSL termasuk passing grade menengah, tapi karena saya kurang minat dengan ilmu murni ya bismillah saja.
Pesiapan menuju ujian nasional benar-benar perjuangan. Banyak teman yang sudah lebih dulu ikut Ujian Saringan Masuk (USM) mandiri ITB dan banyak juga yang sudah diterima. Saya tidak mengikuti jalur itu karena biayanya mahal. Selain mengikuti bimbel di SSC, saya juga sering banget ikut try out dimana-mana wkwk. Hasil try out bervariasi, kadang lolos pilihan FTI, kadang tidak lolos. Tapi tidak menyurutkan saya untuk pilih fakultas dengan passing grade tinggi hehe.
Semua ikhtiar dan doa sudah dipersiapkan, tibalah di H-1 ujian SNMPTN. Pada malam hari sebelum ujian tiba-tiba saya tidak bisa tidur. Subhanallah sudah berbagai cara saya coba agar bisa tidur, tapi mata tidak tertidur juga padahal saya bukan tipe yang suka begadang. Orang tua berkali-kali menengok kamar saya, tapi saya juga belum tidur :((((((
Saya stress, takut tidak bisa jawab pertanyaan ujian.
Mamah saya melihat ada hal yang tidak beres, sekitar jam 2-3 pagi akhirnya mamah sholat tahajud di kamar saya. Ketika mamah saya berdoa, saya baring di pangkuan mamah dan akhirnya saya baru bisa terlelap tidur. Masya Allah masih terngiang-ngiang di kepala peristiwa itu huhu.
Walaupun kepala pusing karena kurang tidur tapi bismillah pagi-pagi langsung diantar bapak ke tempat ujian. Pulang ujian waktunya balas dendam bablas tidur sampai sore haha. Alhamdulillah menuju hari kedua saya bisa lebih tenang dan tidur normal. Sungguh sangat bersyukur bisa tidur nyenyak di kala itu.
Kartu Tanda Peserta SNMPTN
Dengan kondisi kurang tidur saat ujian membuat saya tidak begitu PD dengan hasil ujian SNTMPN. Di hari pengumuman saya ditelepon oleh sahabat saya dan dikabari kalau saya diterima di FTSL ITB. Masya Allaah, saya langsung mengecek hasilnya ke warnet (warung internet) dekat rumah, hasilnya memang benar saya diterima di FTSL ITB. Alhamdulillah :"
Diterima menjadi mahasiswa ITB adalah salah satu kebanggan bagi saya dan keluarga besar. Tahun pertama kuliah/Tahap Persiapan Bersama (TPB) juga alhamdulillah bisa dilalui dengan mulus. Pada saat TPB akhirnya saya memutuskan untuk mengambil jurusan Teknik Sipil. Alasannya karena jurusan Teknik Sipil paling banyak diminati dibanding kedua jurusan lainnya dan prospek kerjanya juga bagus.
Alhamdulillah masa-masa kuliah di Teknik Sipil juga bisa dilalui sehingga lulus kuliah di Tahun 2012. Saat kerja saya pun langsung berkecimpung di banyak proyek konstruksi, sangat sejalur dengan jurusan kuliah saya. Walaupun pada akhirnya saya memutuskan untuk resign dari pekerjaan yang sudah sangat sesuai dengan jurusan, tapi ternyata semua ada hikmahnya.
Baca juga : Resign dari PT Angkasa Pura II (Persero)
Mau dimanapun saya bekerja, ternyata mental sebagai engineer yang harus dipertahankan. Problem solving, tidak mudah menyerah, analytical thinking, ulet itu sangat penting. Apalagi di saat berbisnis seperti sekarang ini. Kalau mental saya lemah mungkin saya akan stress seperti dulu dan tidak bisa bertahan. Dan paling utama adalah semua yang terjadi adalah kehendak Allah dan juga doa orang tua. Manusia hanya wajib beriktiar untuk hasilnya semua Allah yang menentukan.
Terima kasih ya Allah, terima kasih mamah dan bapak. Saya sangat bersyukur bisa menjadi bagian keluarga besar Institut Teknologi Bandung ini.
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim [14]: 7)