Hari ini lagi tidak
begitu banyak kerjaan di Bajuyuli, agar
tetap produktif akhirnya saya memutuskan untuk merapikan file-file di laptop
dan hardisk. Sampai akhirnya saya menemukan file resensi novel Tetralogi Buru
ini. Hehe masih teringat kalau dulu saya "dipaksa" oleh pacar
(sekarang jadi suami) untuk baca novel ini sampai buat resensi segala wkwk. Oia
seingat saya, saya sudah baca keempat seri novel Tetralogi Buru ini, tapi hanya
ada dua judul saja yang saya resensi. Yuk ah langsung dibaca aja yaa :)
Di awal kisah, diceritakan perjalanan Annelis menuju Nedherland, perlakuan orang Eropa yang tidak merawat baik Annelis dan berakhir pada kematian Noni Annelis. Selanjutnya buku ini mengisahkan perjalanan hidup Minke dan Nyai Ontosoroh setelah kehilangan Annelis. Banyak hal yang terjadi setelah peristiwa kematian Annelis, Robbert Suurhoft yang ternyata seorang pencuri, Nyai Ontosoroh dan Minke yang bertemu dengan sanak family kakak Nyai Ontosoroh, Kartini yang juga mengabarkan keadaan hindia hingga ke Nedherland sana, Robbert Mellema ternyata telah menghamili seorang pekerja Nyai hingga pekerja tersebut melahirkan seorang anak yang pada akhirnya diakui oleh Nyai sebagai cucu Nyai, Robbert Mellema yang mati karena penyakit di negeri orang, si gendut yang ternyata adalah mata-mata Herbet De La Croix yang bertugas untuk mengamati tindak tanduk Minke, terbongkarnya masa lalu tuan Mellema yang melakukan pemerasan dan perampasan lahan pribumi untuk kepentingan perusahaan gula, pengadilan yang berlarut-larut untuk menjatuhkan Minke dan Nyai Ontosoroh, Jepang yang mendapatkan kedudukan sejajar dengan bangsa Belanda di Hindia, Minke yang ingin pergi meneruskan pendidikan menjadi dokter di Batavia, dan lain-lain.
Konflik yang terjadi pada buku ini sebagian besar lebih bercerita
tentang konflik pada diri Minke sendiri. Bagaimana dia dianjurkan oleh Bunda,
Kommer, dan Jean Marais untuk menulis dalam Bahasa Melayu sedangkan Minke
sendiri bersikukuh tidak ingin menulis dalam Bahasa Melayu. Bagaimana seorang
Minke yang mengagung-agungkan Eropa di atas segala-galanya. Bagaimana seorang
Minke yang ternyata tidak mengenal kebudayaan bangsanya sendiri sampai suatu
hari Minke bertemu dengan Trunodongso dan berusaha untuk memahami bangsanya
lebih jauh. Pertemuan dengan Koh Ah Soe yang membuka mata Minke tentang
perjuangan bangsa-bangsa lain untuk diakui di mata Eropa. Pertemuan Minke
dengan Ter Haar yang menceritakan berbagai cerita tentang Eropa, Hindia,
Fhilipina dengan sudut pandang yang berbeda sehingga lebih membukakan mata Minke
yang penuh dengan ketidaktahuan. Hingga Minke menyadari bahwa dia adalah bayi
semua bangsa yang harus menulis dalam bahasanya untuk kepentingan bangsanya.
0 comments:
Post a Comment